Minggu, 21 Desember 2008

KELANGKAAN ELPIJI DAN BBM


Belum lagi kita dimiriskan dengan langkanya ketersediaan premium pasca penurunan harga jenis BBM tersebut. Saat ini kita harus dihadapkan dengan kelangkaan yg serupa untuk Elpiji dg kemasan 3 Kg. Kejadian ini memaksa saya untuk mencari tahu apa sebenarnya yg terjadi, yg merupakan akar penyebab kejadian-kejadian ini.
Ketika dimintai tanggapannya atas kejadian ini presiden Yusuf kalla mengatakan bahwa ini dikarenakan para pengusaha penyedia elpiji tidak mengira bahwa elpiji dalam kemasan 3 Kg ini laku dipasaran. Walaupun saya melihat bahwa pemerintah tidak terlepas dari kesalahan yg terjadi, tetapi saya ingin mencoba melihat permasalahan ini menjadi lebih luas lagi.
Seperti halnya Kelangkaan premium yg terjadi beberapa waktu kemarin, disusul kelangkaan elpiji saat ini menurut saya tidak terlepas disebabkan oleh budaya masyarakat yg sepertinya hanya selalu “ingin untung saja”. Kenapa tidak, setelah dianalisa lebih jauh ketidaktersediaan premium di SPBU-SPBU beberapa waktu kemarin disebabkan karena SPBU-SPBU tersebut menunda memesan premium dengan segera, karena menunggu penurunan harga premium diberlakukan. Setelah harga turun mereka baru memesan premium seperti biasa tetapi dengan harga yg lebih murah ketimbah sebelum harga diturunkan. Otomatis ketika SPBU menunda pemesanan, ketersediaan premium pun tertunda di pasaran yang merupakan konsekuensi dari leadtime (waktu pemesanan sampai barang datang).

Apabila kita lihat pola penyebab keduanya kelangkaan ini sebagai berikut:

Kelangkaan Elpiji:
Pengusaha (investor) tdk melihat potensi keuntungan --> pabrik di indramayu lama selesai --> barang yg beredar tidak sesuai dg permintaan pasar --> terjadilah kelangkaan Elpiji

Kelangkaan Premium:
Pengelola ingin mendapat untung lebih --> pemesanan ditunda agar harga lebih murah --> keterlambatan kedatangan barang --> terjadi kelangkaan premium

Kalau dipikir-pikir dan apabila kita lihat akar penyebab dari kedua kelangkaan tersebut memiliki akar pola yang sama. Yang apabila saya dapat menyebutnya sebagai pola pikir “profit oriented”. Ini dapat dilihat dari hokum dasar ekonomi yg mengedepankan profit:

“Profit oriented” murni --> modal kecil --> untung sebesar-besarnya


Apabila kita ganti dengan sistematika berpikir seperti ini:

Pelayanan --> Profesional --> Profit --> Efesiensi dan Efektifitas Kebijakan


saya yakin Indonesia akan menjadi Negara yg maju melesat secepat kilat. Karena dasar dari profesionalitas adalah pelayanan kepada sebanyak-banyaknya umat yg membutuhkan. Pola ini juga bukan saja harus dimiliki oleh pemerintah dan pejabat di negeri ini, tapi untuk seluruh elemen masyarakat sampai sekecil-kecilnya.

Saya jadi tertarik dengan pola berpikir yg saya baca di spanduk yg diusung oleh salah satu partai peserta pemilu di negeri ini. Di sana dikatakan yang intinya: “pedulilah terhadap sesama dengan terlebih dahulu peduli terhadap tetanggamu” . ini merupakan konsep yg tdk terlalu exiciting terdengar. Tapi, saya merasa ini merupakan konsep fundamental terhadap kesejahteraan secara kolektif. Coba bayangkan apabila setiap individu di negeri ini menerapkan konsep tersebut, tentunya ini menjadi trigger yg dapat meng-akselerasi kemajuan yg sama-sama kita impikan.

Hidup INDONESIA… JAYAlah bangsaku!!!!

Kamis, 11 Desember 2008

ANALISA PENURUNAN HARGA BBM

Fenomena yang terjadi dalam turunnya harga premium akhir-akhir ini dan disusul rencana pemerintah untuk menurunkan juga harga solar membuat saya tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang penurunan harga BBM ini. Tetapi dikarenakan saya bukan ekonom apalagi pakar, jadi ya wajar aja kalo saya melihat dari kacamata seorang awam… hwehehehe… saya mencoba merumuskan analisa ini dari beberapa pertanyaan yang menggelitik pikirannya saya, yaitu diantaranya;

Kenapa sih harga BBM bisa turun????

Sebenarnya berdasarkan sumber-sumber yang saya baca, tren penurunan harga BBM ini di picu dengan tren penurunan harga minyak mentah dunia yang sudah terlihat dari sekitar bulan juli 2008 lalu walaupun sempet naik secara signifikan di awal 2008.Penurunan ini kemungkinan disebabkan diantaranya karena:

1. Penghematan besar-besaran oleh AS yang kita kenal sebagai Negara pemakai BBM terbanyak di dunia. Ini menyebabkan konsumsi minyak cukup signifikan turun. Sebagai data pendukung saya juga sempat melihat data konsumsi minyak di AS dan produksi minyak dunia.

Dari data-data tersebut cukup signifikanlah penghematan yang dilakukan oleh AS mempengaruhi konsumsi BBM secara global. Karena apabila diasumsikan pemakaian berkisar antara 5% - 15 % atau kira-kira (kira2 kasar lho…) 4.500 – 13.500 juta bbl/tahun dan kita bandingkan dengan pemakaian Negara emerging market seperti Cina mengkonsumsi 6,354 juta bbl/thn; India sebesar 2,450,000 bbl/hari, Rusia sebesar 2,500,000 bbl/hari , dan Brazil sebesar 2,100,000 bbl/day, ternyata masih lebih besar penghematan BBM yang dilakukan daripada konsumsi negara-negara emerging market (data di dapat dari Estimasi EIA 2007).

2. Berdasarkan sumber yang saya dapat ada kecenderungan Negara-negara yang sedang booming dengan produksi minyaknya mulai melemparkan hasil produksinya ke pasaran. Ini disebabkan tren penurunan harga BBM.

3. Peningkatan produksi minyak mentah oleh Negara-negara OPEC, terutama Arab Saudi yg mencapai 200.000 barell/hari.

4. Menurunnya ketegangan antara Iran-AS terkait dengan Nuklir

5. Terbongkarnya praktik manipulasi pembentukan harga minyak yang dilakukan para spekulan, oleh Commodity Futures Trading Commision AS.

Sepeti halnya kenaikan BBM pada Mei 2008 lalu itu disebabkan karena naiknya harga minyak mentah dunia. Nah kalo udah turun begini pastinya harga minyak harus turun dong. Itu mungkin logika sederhana dari kita kepada pemerintah. Tapi pertanyaan yang lebih mengelitik lagi adalah;

Berapa dong penurunan yang pantas untuk BBM?

Apakah penurunan yang cukup signifikan dari harga minyak mentah per barel tersebut cukup pantas untuk harga penurunan sebesar Rp. 500 untuk premium saat ini? dan mengapa premium saja yang mengalami penurunan, padahal yang lebih menyentuh kepentingan umum kan solar, seperti transportasi umum, industry, perahu nelayan dan jutaan rakyat miskin di Indonesia? ini lah pertanyaan yg cukup sulit dijawab oleh orang awam seperti saya. Tapi saya mencoba melakukan beberapa analisa kasar yang didukung dari beberapa data yang berhasil saya kumpulkan.

Kacamata pemerintah berpendapat, bahwa di pasar international harga solar lebih mahal ketimbang premium. Ini menyebabkan subsidi solar sudah tidak dapat ditambah lagi dan mungkin ada beberapa analisa biaya dan perhitungan yg saya sendiri kalo dijelasin juga ga mudeng-mudeng kali…hwehehehe… Trus pertanyaannya, emang bener solar dalam negeri kita impor dari luar? Trus produksi kita kemana? Saya rasa apabila solar itu adalah produk dalam negeri, itu hanya dipengaruhi oleh biaya produksi saja, tidak perlu merambat dengan harga solar di pasar internasional. (itu menurut kacamata awam saya lho!). berdasarkan informasi dari pengamat perminyakan, biaya produksi premium dan solar kita sebesar Rp. 4000/lter. Berarti cukup relevan apabila solar pun ikut diturunkan (itu menurut saya lho, apabila kita mengacu kepada biaya produksi dan bukan harga di pasar international).

Trus kenapa penurunan harga premium Cuma sedikit yaitu Rp. 500 perak? Masih analisa saya lho!!! oke katakanlah , harga minyak mentah turun cukup signifikan saat ini tetapi jangan lupa itu diikuti pula dengan menguatnya $US terhadap Rupiah yg mencapai Rp. 12.000/dolar. Walaupun saya tidak tahu pasti bagaimana keseimbangan dari keduanya dapat mempengaruhi jumlah penurunan harga yang terjadi, tetapi saya ckup yakin ini merupakan factor yg mempengaruhi jumlah penurunan tersebut. Dan apabila saya sedikit memposisikan sebagai pemerintah, memperhatikan fluktuasi pergerakan harga minyak mentah yang cenderung sangat cepat dalam beberapa bulan belakangan ini. ada kekhawatiran penurunan ini tidak bertahan lama. Karena sampai detik ini pun tidak ada yg bisa memastikan penurunan ini akan bersifat konstan pada kisaran harga tersebut. Dan apabila itu terjadi saya rasa tidak mungkin bagi pemerintah untuk menaikan kembali harga BBM dalam jarak waktu yg cukup cepat setelah diturunkan. Apalagi disinyalir akan banyak pihak yg akan bermain di air keruh menanggapi kejadian tersebut, menjelang pemilu 2009. Mungkin inilah kekhawatiran pemerintah untuk tidak gegabah menurunkan harg a dengan besaran yg cukup signifikan. Iya tapi berapa dong harga penurunan yg pantas untuk BBM? Saya pikir cukup logis pendapat pengamat perminyakan yg menyarankan penurunan untuk solar Rp.500 per liternya dan premium Rp. 1000 per liternya. Ini didasari diantaranya oleh tingkat pemakaian kedua jenis BBM tersebut dan harga produksinya yg hampir sama yaitu sekitar Rp. 4000/ liter.

Mungkin hal yang terpenting menurut saya adalah, sebaiknya kita dapat melihat persoalan dari berbagai sudut pandang. Sudah saatnya kita peduli dengan Negara ini dengan dapat terus memberikan tanggapan-tanggapan kontruktif terhadap segala bentuk proses perbaikan bangsa.

KEEP FIGHT FOR BETTER FUTURE OF INDONESIA!!!

Rabu, 10 Desember 2008

FENOMENA PENURUNAN HARGA PREMIUM & SKB 4 MENTERI

Terhitung tgl 1 Desember 2008 hari ini pemerintah menurunkan harga premium dari Rp. 6000/liter menjadi Rp. 5500/ Liter. Penurunan sebesar Rp. 500 tersebut ditanggapi dingin oleh hamper seluruh masyarakat khususnya para supir angkutan dan para pengurus ORGANDA. Bahkan di bandung para mahasiswa berdemonstasi untuk menanggapi penurunan ini dan sempat diwarnai kericuhan. Meeka menuntut solar dan BBM lain pun diturunkan. Mereka menganggap penurunan yang tidak terlalu signifikan jumlahnya tersebut tidak akan berpengaruh apa-apa tehadap kelangsungan kehidupan mereka sehari-hari. Dengan berbagai analisa yang mereka kemukakan.

Ada satu lagi fenomena yg menarik perhatian saya, yaitu dikeluarkannya SKB 4 menteri. Yang didalamnya dianggap oleh para buruh tidak memihak nasibnya dan keluarganya. Bagaimana tidak, didalamnya memuat pernyataan bahwa penentuan Upah minimum sekarang diusahakan tidak melebihi pertumbuhan ekonomi nasional (seperti tertuang dalam pasal 3), yang akhirnya di revisi menjadi diupayakan memperhatikan tingkat inflasi di masing2 daerah. Mereka menganggap : pemerintah sudah tidak peduli lagi akan nasib para buruh, dengan menyerahkan kebijakan tersebut kepada para pengusaha yang mereka anggap “selalu ogah rugi” dan tidak mendukung kenaikan upah minimum kaum buruh.

Terlepas dari berbagai analisa yang mereka lontarkan (yang mohon maaf, agak terkesan apriori dan pesimistis, bahkan provokatif—red ), anehnya koq saya malah berpikir: Apa ya yang terjadi dengan masyarakat kita ya? atau bahkan media yang bersalah???

Apabila dapat kita renungi sejenak, mungkin inilah yang menjadi akar penyebab kita tidak pernah keluar dari keterpurukan yg berkepanjangan. Mengapa tidak? Ternyata masyarakat kita adalah masyarakat yg sering kali lupa untuk bersyukur sejenak (dan bisa jadi kita pun masuk di dalamnya). Mereka telalu terfokus dengan kemalangan yang terus saja menyelimuti kehidupan mereka sehari-hari , dan mohon maaf berdasarkan teori optimalisasi mindset: kita akan mendapatkan apa yang sering kali kita pikirkan.

Adalagi yang unik, apabila saya boleh menggambarkan masyarakat kita (atau memang media yang menggambarkan itu semua). Ada beberapa penyakit yg kronis masyarakat kita derita contohnya seperti: apriori, pesimistis, curigaan, masyarakat bersumbu pendek (tersulut sedikit langsung bereaksi) dan egois. Apabila kita bisa lebih peka, ini dapat dilihat dari berbagai tanggapan seputar kebijakan pemerintah dan isu-isu strategis lainnya (mungkin kita pun secara tidak sadar melakukannya).

Sudah waktunya kita lebih peduli dengan nasib bangsa ini, dengan pertamakali mengupayakan untuk lebih peka menganilisis semua yg terjadi dlm diri kita dan masyarakat kita. Ingat!!!!! Apa yang kita dapatkan adalah pengejewantahan dari apa yg seringkali kita pikirkan (seperti dlm firman Allah SWT: “Aku seperti prasangka hamba-Ku”), dan itu semua adalah pilihan!!! Siapa lagi yang akan peduli terhadap diri kita kalau bukan kita yang terlebih dahulu memperdulikan diri kita dan masyarakat kita.

Selamat memilih!!!!!!!!!!!!!

Silahkan tinggalkan tanggapan, sanggahan, kritik dan bahkan saran.

FENOMENA KAMBING KURBAN DAN CALEG

Ada yang berbeda ketika saya menyaksikan pemandangan kambing kurban yang dijajakan oleh para pedagang sepanjang jalan menuju ke rumah. Kemudian di susul dengan pemandangan poster2 , spanduk2 dan baliho2 para caleg yang juga men ‘jaja’ kan dirinya. Saya jadi berpikir sepertinya ada yang menarik antara fenomena kambing kurban dan para caleg.

1. Rebutan No. Urut

Mungkin apabila kambing kurban boleh memilih, mereka akan memilih nomor urut pemotongan yang paling akhir agar mereka dapat lebih lama merasakan kehidupannya walau hanya sesaat (hanya kambing dan tuhan yang tahu..hwehehehe). Ini berbeda dengan para caleg dari beberapa partai di negri ini. mereka akan berebut mati-matian bahkan ada yg rela merogoh kocek sedemikian dalam agar menempati no urut pertama atau nomor-nomor urut awal. Karena system pemilu kita saat ini menetapkan, untuk suara yg tidak mencukupi kuota pada nomor urut yang akhir-akhir akan dilimpahkan ke nomor urut pertama atau nomor-nomor urut awal. Otomatis para caleg yang menempati nomor urut pertama atau nomor -nomor awal memiliki peluang yang sangat besar untuk dapat terpilih menjadi aleg (Anggota Legislatif) dari partai mereka.

2. Mengembik sebelum eksekusi

Biasanya kambing gak berhenti-hentinya mengembik sebelum masuk dalam proses penjagalan dan lolos masuk kea lam kematian. Begitu juga para caleg yang ga henti-hentinya mengembikan janji2 yang biasanya itu ada ketika masa kampanye aja. Bahkan ada beberapa caleg ga tidak mengerti apa yang dia ‘embik’an. Maklum Cuma titipan konsultan politik belaka. Dan ini lah dampaknya kalo para caleg dipilih dengan metode kejar deadline.ck.ck.ck.ck.

3. Udah kaya kacang goreng

Seperti biasa kambing kurban akan seperti kacang goreng bertebaran di pinggir-pinggir jalan untuk dijual. Begitupun para caleg ketika musim kampanye aja pada munculnya dan semangat betul menyuarakan aspirasi atas nama rakyat, setelah itu mereka kembali ke kandangnya masing-masing boro-boro peduli nasib rakyat wong mereka aja sibuk ngejar target balik modal setelah kampanye. Nah bedanya kambing pas kurban harganya jadi selangit, tapi kalo caleg-caleg saat ini kebanyakan harganya jadi pada rendah terbukti dengan siapa aja bisa jadi caleg. Yang penting deadline penyerahan nama-nama caleg terpenuhi.

4. Kadang ada yang menyembunyikan kecacatan

Seperti halnya menjual kambing, ada saja pedagang yang nakal menyembunyikan kecacatan kambing yang akan dijual. Ya alesannya Cuma satu, ga mau rugi!!!!

Apakah caleg pun seperti itu????sepertinya ga jauh berbeda untuk beberapa caleg, bahkan (naudzu billah minzalik) ada yang berlaga so suci dan melupakan kesalahan2 yang pernah diperbuatnya di masa lampau.

5. Kalo gak diawasin dan dijagain suka nakal

Nah ini nih, kambing atau hewan kurban lain suka nakal kalo ga dijagain n diawasin. Ada yang makan taneman orang lah, ada yang kabur ke jalan raya lah bahkan kemarin ada sapi yang nyebrang jembatan busway (padahal kearah DPR kan ga ada busway, dikiranya ada yang pada mau ‘dagang sapi’ (politik dagang sapi-red)kali ya???????hwehehehe).

Nah nih caleg juga suka kaya gitu, kalo ga sama-sama kita awasin, ga menutup kemungkinan mereka bermain nakal yang dampaknya sangat tidak baik untuk pendidikan politik di negeri ini. makanya untuk menyukseskan pemilu kali ini dari praktik2 yang tidak terpuji, bukan hanya panwaslu n KPU aja yang mengawasi, kita pun dituntut ikut andil dalam mengawasi dan menindak segala bentuk ketidak terpujian dari para calon-calon wakil rakyat ini.

Ada yang mau berbagi sanggahan, pendapat atau koreksi atau bahkan ada yg mau menambahkan fenomena ini?????